indahnya kebersamaan dalam perbedaan di phan ko bio

ngopi di klenteng phan ko bio
sambil menyesap secangkir kopi aku mendengar cerita ini. cerita yang dituturkan langsung oleh pak chandra tentang perbedaan yang ada dan tetap melekat di tempat ini. tempat dimana kaum minoritas dan mayoritas bisa saling menghormati satu sama lain dengan toleransi menjadi dasar tetap terjaganya tempat ini. vihara maha brahma atau lebih dikenal dengan klenteng phan ko bio.
vihara maha brahma
altar phan ko bio dengan sudut hijau
cerita ini berawal dari kejanggalan yang tertanggkap mataku. warna hijau terselip di antara warna merah dan kuning khas warna klenteng. ternyata memang ada cerita yang terselip di klenteng yang berdiri di pulo geulis ini. disebut pulo geulis karena kawasan ini adalah dataran yang berada di tengah sungai ciliwung yang seakan menyerupai sebuah pulau. luasnya sendiri sekitar 3,5 hektar dengan 2.500 orang yang menempatinya. pulau ini sudah ada ratusan tahun silam yang diaku sejak jaman padjadjaran. di sinilah bermula sejarah yang dipercayai di tempat ini sampai sekarang.
petilasan embah jayaningrat dan embah sakee
warna hijau di klenteng ini ada karena tempat sholat yang dibangun di bagian belakang klenteng. tempat sholat ini memang tergolong baru -sejak 2007- dibandingkan usia klenteng yang sudah dibangun sejak 1703. namun batu yang ada di dalam tempat sholat ini merupakan petilasan yang sudah ada dan dipercaya sejak jaman padjadjaran. petilasan embah jayaningrat dan embah sakee dipercaya merupakan penyebar agama islam yang berasal dari keluarga kerajaan padjadjaran. untuk memfasilitasi umat muslim yang ingin mengunjungi tempat ini, pihak klenteng phan ko bio membangun tempat sholat lengkap dengan sajadah dan alat doa yang lain.
petilasan embah raden mangun jaya
selain petilasan embah jayaningrat dan embah sakee yang berada di tempat sholat, di ruangan altar klenteng juga terdapat batu besar yang merupakan petilasan embah raden mangun jaya. batu besar ini konon tidak pernah bergeser dari tempatnya dan ada saat khusus bisa membesar sampai menyentuh marka yang dibangun di sekeliling batu. selain peninggalan padjadjaran yang ada di bagian dalam klenteng, pada bagian luar juga terdapat petilasan raden suryakentjana winata mangkubumi dan prabu surya kencana serta makam embah imam yang merupakan penyebar agama islam di bogor. di bagian makam ini banyak ditemukan patung maupun lukisan macan yang yang menjadi simbol padjadjaran. macan putih dipercaya sebagai jelmaan prabu siliwangi yang membawa padjadjaran ke masa kejayaan.
petilasan raden suryakentjana winata mangkubumi dan prabu surya kencana
keluar dari masa kejayayan padjadjaran, klenteng phan ko bio mengambil nama dari dewa utama yang menjadi tuan rumah yaitu dewa phan kodewa phan ko merupakan dewa alam semestapatung dewa phan ko yang ada di tempat ini asli dari awal mula klenteng berdiri dan kini menjadi artefak yang tetap tersimpan di klenteng.
altar dewa phan ko
dewa phan ko atau juga disebut pwan-ku merupakan kreator alam semesta. menetas dari telur dengan bagian ringan telur menjadi langit dan bagian yang lebih padat menjadi bumi. phan ko menempatkan dirinya di antara langit dan bumi supaya tidak menyatu kembali. setelah keduanya stabil, beliau pun tertidur dan tidak pernah bangun lagi
patung dewa phan ko
walaupun tak pernah bangun, dewa phan ko tetap memberikan banyak berkah. nafasnya menjadi awan dan angin, suaranya menjadi guntur dan halilintar, mata kirinya menjadi matahari dan mata kanannya menjadi bulan. lengan dan tungkainya menjadi mata angin, tubuhnya menjadi pegunungan, dagingnya menjadi bumi dan pepohonan serta darahnya menjadi sungai. keringatnya menjadi embun dan benalu di tubuhnya menjadi manusia berbagai ras dan suku.
patung buddha klenteng phan ko bio
patung kwan im phan ko bio
selain dewa phan ko di sini juga memuja buddha, kwan im dan dewa-dewi lain. pemujaan terhadap banyaknya dewa-dewi ini menandakan awal mula klenteng yang merupakan tempat peribadatan umat kong hu chu. namun kemudian berkembang menjadi tri dharma yang merupakan kesatuan dari kong hu chu, tao dan buddha. dan saat pemerintahan orde baru berubah nama menjadi vihara maha brahma supaya tetap dapat diakui pemerintah.
patung dewa klenteng phan ko bio
bertumbuh dengan kebersamaan
dengan ciri khas pada umumnya yang didominasi warna merah dan kuning, klenteng ini telah mengalami akuturasi dengan budaya lokal. misalnya seperti pembagian takjil pada masa puasa sampai perayaan imlek yang turut serta mengundang dan melibatkan penduduk setempat. secara pribadi, aku juga merasa nyaman dengan keramahan dan sambutan hangat yang diberikan para pengurus klenteng. dengan keramahan dan kehangatan seperti inilah, aku yakin perbedaan yang ada di pulo geulis ini akan tetap terjaga untuk terus dapat hidup berdampingan. terima kasih telah mengajarkanku menghargai perbedaan dan terus bertumbuh dengan kebersamaan dalam perbedaan yang saling menghargai ini. -***-
NewerStories OlderStories Home

0 comments:

Post a Comment