roof top guest house
travel date: 18 january 2014

aku tidak pernah menyangka langkah kaki kami mengarah ke sebuah kebetulan yang berakhir nyaman. setelah hampir seharian berkeliling melaka, lelah, lapar membuat keinginan merebahkan diri -mengingat kami terserang flu sebelum berangkat- mendadak sangat kuat. tanpa memesan penginapan atau browsing sebelumnya, kami asal mencari penginapan dan mendadak tertarik dengan penampilan dan papan nama yang mencolok dari roof top guest house.

bingung bagaimana cara masuknya karena pintu penginapan ini menggunakan kunci otomatis sedangkan kami adalah pengunjung awal -jelas ga punya kunci-. untung hari belum larut sehingga masih ada penjaga penginapan. penginapan ini dijaga oleh mani yang walaupun tampak tegas tapi memberikan sambutan hangat. untuk masuk ke dalam alas kaki harus dilepas dan diletakkan di tempat yang disediakan. setelah duduk, kami langsung diberi segelas minuman dingin mengingat melaka hari itu sangat panas. homey bukan.

kami menyampaikan maksud kami untuk menginap malam itu. namun kata mani hanya tersisa 1 kamar di lantai 1, itu pun di bawah tangga. mani meminta kami melihat kamar lebih dulu sebelum memutuskan untuk menginap karena dia tidak berani menjamin bahwa kami akan suka dengan kamarnya. dia juga menunjukan fasilitas lain seperti tempat menjemur pakaian di lantai 2 dan roof top yang biasa digunakan untuk berkumpul sesama penghuni. kamar mandi bersama dengan air panas ada 2  di lantai 2 dan 1 di bawah.
fasilitas bersama roof top guest house
setelah melihat kamar seharga 58 RM ini ternyata kami suka -berbeda dengan perkiraan mani- dan langsung memutuskan untuk menginap, padahal biasanya aku tidak mau menginap di luar negeri jika kamar mandi berada di luar. bukan karena sok berkelas tapi karena berpikir dengan penggunaan kamar mandi bersama kau bisa terjangkit penyakit dari berbagai negara -iya, aku memang paranoid-. yang membuatku akhirnya mau menginap, selain karena lelah, adalah tergiur kamar luas dengan double bed yang sempat kulihat dengan harganya yang sangat terjangkau. setelah membuat reservasi dan melakukan pembayaran, mani memberikan penjelasan lebih lanjut. 

di sini tidak berlaku jam malam tapi diharap untuk tenang di malam hari karena penghuni lain juga ingin beristirahat. jika kau merokok, tidak diijinkan merokok di dalam ruangan, hanya di balkon atau roof top. diharap memastikan meninggalkan kamar mandi dalam keadaan bersih setelah digunakan karena petugas kebersihan hanya datang sekali sehari. penginapan tidak menyediakan sarapan tapi semua makanan yang ada di meja makan boleh dimakan. mani menjelaskan ini dengan sangat ramah, dia bahkan membantu kami untuk mencari tempat makan yang sesuai dengan selera kami serta mengarahkan kami ke sate celup dan memberi tahu arah untuk semua lokasi yang kami ingin tuju selanjutnya. setelah ngobrol lebih lanjut, mani ternyata isteri raymondyang bersama-sama menjadi pemilik dan pengelola roof top guest house. pantas saja jika tempat ini menjadi incaran backpacker, bukan saja karena kebersihan pengipannya tapi juga keramahan pemiliknya yang membuat nyaman siapa pun yang tinggal di dalamnya.
fasilitas kamar roof top guest house
kami diberi kunci setelah pengarahan singkat ini. saatnya mengeksplorasi lebih lanjut. private room kami cukup luas -di sini juga ada dorm-, lemari besar, tv, meja rias, meja-kursi dan yang membuat sedikit tercengang adalah tidak hanya AC tapi juga kipas angin yang disediakan di sini. dapur berada tepat di sebelah kamar kami, cukup luas untuk melakukan aktivitas bersamaan oleh penghuni. teh, kopi dan minuman lain yang disediakan bebas dinikmati asal membersihkan kembali gelas yang dipakai. jika menyimpan makanan di dalam kulkas, harus diberi nama dan tanggal. makanan yang terlalu lama disimpan akan buang supaya tidak membuat penuh dan kotor. sedangkan buku yang ada di ruang tamu bebas dibaca atau di-swap dengan buku yang kau bawa. 

paling menyenangkan adalah saat pagi datang, penginapan ini memang tidak menyediakan breakfast, tapi meja makan besar yang ada di sana tidak pernah kosong oleh makanan. saat pagi hari, mani akan meletakkan kue buatannya atau jajanan lain yang bebas dinikmati penghuni. hanya saja jam mengantar kue ini tidak pasti. jika kau sudah sangat lapr sebelum kue datang, nikmatilah buah pasti ada. 

andai aku punya banyak waktu, ingin rasanya bermalas-malas di sini. dan yang terpenting, kami berhasil memulihkan diri selama bermalam di sini untuk aktivitas kami 2 hari selanjutnya. thanks a lot mani for your warm greetings. i really want to stay in here next time :)
-***-
related posts: 
previous: 
- next: melaka river
nectar hunting at tegal alun
"if you wanna be my lover, you gotta get with my friends
 make it last forever friendship never ends
 if you wanna be my lover, you have got to give
 taking is too easy, but that's the way it is"

#wanna be-spice girls

jika kau ingin merasakan pertemanan sesungguhnya cobalah mendaki gunung. dan jika kau ingin mendaki gunung sambil bersenang-senang, cobalah ke papandayan. gunung ini sering digunakan untuk camping ceria pendaki pemula atau orang-orang yang ingin punya pengalaman mendaki tapi belum siap untuk berhadapan dengan gunung sebenarnya. bukan bearti papandayan bukan gunung sebenarnya ya, tapi sering orang mempersepsikan mendaki papandayan itu ya nge-camp di pondok saladah, paling jauh sampai tegal alun. salah, seperti gunung lainnya, papandayan juga punya puncaknya. dimana dia?

how to get there:
- naik angkutan umum apapun dari lokasi asal ke terminal guntur di garut
- dari terminal guntur naik elf (20 ribu/orang) sampai pertigaan indomart. 
- ganti dengan pick up (20 ribu/orang) sampai pos pendaftaran. 
- untuk masuk ke wilayah papandayan dikenakan retribusi 15 ribu/orang yang tidak ditanggung oleh supir pick up dan simaksi 3ribu/orang
keramaian papandayan sebelum pendakian
suasana papandayan sekarang tidak seperti 3 tahun lalu. pos pendaftaran yang saat itu menjadi satu dengan gerbang retribusi sudah berpindah tempat. biaya yang dikenakan ke pendaki pun double, biaya retribusi dan simaksi. pelataran yang dulu sepi pun sekarang penuh dengan kendaraan baik motor, mobil bahkan bus pariwisata. kedai dan penjual cindera mata pun mulai ramai menjamur di kawasan wisata ini. papandayan sudah berubah menjadi kawasan wisata.

pelataran saja sudah berubah drastis, bagaimana dengan camping ground dan puncaknya nanti?

jalur pendakian papandayan mengalami banyak perubahan setelah terjadi longsor 2013. jalur awal di kanan yang memotong sungai semakin susah dilewati karena tertutup longsoran. jalur baru yang digunakan di sebelah kiri, lebih curam dan langsung menuju hutan mati. jalur ini terdiri dari pasir licin walau lebih pendek dibanding jalur semula.
antrian pendaki papandayan
semula kami memilih jalur ke arah air terjun, lebih terjal dan tidak jelas, karena jalur utama sangat ramai. menjauhi antrian pendaki yang tampak seperti semut-semut yang berbaris rapi. jalur pilihan kami ini tidak jelas, hanya terdiri dari batu-batu berbalut belerang yang runcing dan berserakan. belum lagi aroma sulfur yang kuat menusuk hidung. sungguh bukan pilihan menarik kecuali karena sedikitnya pengunjung yang melalui jalur ini. 

tapi jangan tertipu dengan penampilan jalur yang sepi karena ternyata jalur ini tidak terhubung dengan hutan mati. kami harus turun dan berputar kembali ke jalur pendakian normal dan mengantri bersama pendaki lain yang tidak semuanya dalam kondisi yang cukup prima. tertarik dengan pasangan kakek-nenek yang saling membantu dan mendukung satu sama lain untuk tetap melanjutkan pendakian. melihat tangan yang mulai layu sang kakek menopang tangan rapuh si nenek supaya bisa sampai di atas bersama. mampukah mereka tetap bersama sampai pondok saladah?
jalur sepi yang tidak memberi janji
kembali ke hutan yang semati namanya, di sini hanya terdapat ranting-ranting hitam dan tanah kering yang meninggalkan pasir di hidung saat kau bernafas dan debu di mulut saat kau bicara atau mengunyah makanan. tidak menyenangkan untuk berdiam diri lama, hanya saja pemadangan yang disajikan memang tidak bisa dilewatkan. apalagi selepas fajar dan menjelang senja.

kami lebih memilih langsung melanjutkan ke pondok saladah sebelum semakin penuh pengunjung. saat kami sampai, camping ground ini sudah mulai penuh berdiri tenda-tenda kosong. datang awal bukan jaminan mendapatkan lokasi nenda yang memadai. karena fungsinya yang mulai berubah menjadi tempat wisata, pondok saladah sudah mulai diisi penyelenggara open trip yang mendidikan tenda sebelum peserta datang. semacam pondokan dengan nuansa alam, ga perlu susah menbawa dan mendirikan tenda, apalagi memasak dan membawa bahan makanan.
hutan mati papandayan
beberapa pelancong ini sepertinya belum cukup siap berhadapan dengan alam. saat sore menjelang, duduk dan berbincang di depan tenda saat camping ceria merupakan hal wajar sampai tiba-tiba pemandangan mengejutkan muncul di depan kami. antara tidak percaya sambil mengusap-usap mata. seorang guru pendamping sekolah menengah membawa ranting di setiap tangannya melintasi camping ground

apakah benar itu bapak guru? melihat atribut nama sekolah yang ada di celananya, kemungkinan itu benar guru. apakah benar itu ranting? apakah dia akan menggunakannya sebagai kayu bakar? atau dia mengambilnya sebagai pembuktian? sayang aku tidak sempat mengabadikan lewat kamera karena terlalu bengong menatapnya. dua ranting itu adalah pohon edelweiss. terbayangkan bagaimana gondoknya kami yang melihat langsung salah satu perusakan alam ini. salah kami juga karena tidak berani menegur bapak guru ini secara langsung, hanya meneriakan sindiran yang tampaknya juga tidak dia perhatikan. janganlah orang seperti ini dipercaya sebagai guru yang dicontoh murid-muridnya.
pondok saladah: kontrasnya pemandangan ke atas dan ke bawah
malam menjelang dan langit dipenuhi bintang. tidak ada yang dapat kukatakan selain mengagumi keindahan langit malam itu, cerah dan bertabur bintang. hanya mampu mengabadikannya dengan mata yang tidak memiliki keterbatasan dibanding kamera digital apalagi smartphone. privilege untuk mereka yang melihat langsung pemandangan ini walau hawa dingin yang membuatmu rindu kasur. sebenarnya suhu di sini tidak sedingin cikuray. aku sempat berkeliaran dini hari dari lokasi tenda ke mata air hanya bercelana pendek dan kaos trus ditegur oleh bapak penjaga mushola. okay, sepertinya walau udara tidak terlalu dingin tapi penutup tubuh yang layak tetap diperlukan.

fajar menjelang dan kami berempat -team kali ini rhe, acep, jun, igus- tidak ada yang berniat berburu sunrise. mungkin lelah malam sebelumnya karena tidak tidur semalaman membuat kami ingin membayar waktu istirahat kami yang terhutang. menjelang terang barulah kami mulai keluar tenda untuk mengejar puncak. dan ternyata, pencarian puncak ini tidak semudah 3 tahun lalu karena jalur yang berubah. mencoba jalur mata air yang sekarang sudah menyerupai hutan lebat. sepertinya jalur ini sangat jarang dilalui pendaki untuk sampai ke tegal panjang. saat ini jalur dari hutan mati lebih common digunakan
pondok saladah vs hutan mati
jalur mulai terlihat setelah melewati padang edelweiss sebelum tegal alun. dari sini kita bisa melihat ke bawah, ke pondok saladah. ternyata camping ground ini lebih ramai dari yang kuperkirakan, sesak dan penuh tenda dilihat dari atas. sementara melihat hutan mati, kau akan menemukan bahwa tempat itu sudah tidak layak mendapat julukan hutan lagi. pohon kering mulai gundul, ditebang sebagai kayu bakar -ini bukan tuduhan tapi lagi-lagi kami menyaksikannya sendiri- serta tanah yang semakin kering dan tandus tanpa usaha penghijauan. miris memang melihat pemandangan ini.
sambutan dari tegal alun
tapi jangan bosan dulu karena pemandangan yang memanjakan mata menantimu tak jauh dari sana. tegal alun. inilah salah satu daya tarik gunung papandayan yang bisa dibanggakan. padang edelweiss yang menyajikan hamparan bungan keabadian. dijamin tidak akan bosan jika kau berlama-lama di sini. sebenarnya lokasi ini cukup luas dan banyak tanah lapang untuk nenda. tapi katanya tidak disarankan untuk nenda di sini karena masih sering dikunjungi binatang buas.
masih belum bosan dengan edelweiss
andai tidak mengejar puncak, ingin rasanya bermalas-malasan lama di sini. menikmati pemandangan langit bersemburat awan yang berpadu cantik dengan bunga edelweiss. seakan mengajak kita untuk berdiam diri sejenak sambil memanggil "lupakan bebanmu, melangkahlah ringan sepertiku, nikmatilah aku" -halusinasi-. namun karena belum kesampaian ke puncak 3 tahun lalu ini masih membayang, maka kami pun melanjutkan perjalanan kembali.

ternyata di antara kami tidak ada yang expert untuk menemukan jalur ke puncak. dari kami berempat, hanya igus yang baru kali pertama ke papandayan. tapi tetap saja, sebanyak apapun, jangan pernah ngaku sebagai penakluk alam karena mereka selalu punya cara sendiri untuk mengejutkan kita. dan kejutan kali ini adalah jalan ke puncak yang tidak berhasil kami temukan
kami yang masih penasaran dengan puncak papandayan
sebanyak apapun kami menebak jalur yang ada justru menjauh dari puncak papandayan. mencoba mengingat patokan yang diceritakan awi -salah satu teman kami yang ke puncak beberapa minggu sebelumnya-, mencari dan mengikutinya. semua sudah sesuai arahan, tapi yang kami dapat adalah jalan buntu jika bukan jalan ke arah jurang. tapi kami mendengar suara dari arah puncak, dari orang-orang yang sudah berhasil sampai ke sana. jadi sebenarnya puncak itu dapat dijangkau, hanya kami saja yang belum berhasil menemukannya.

melihat waktu yang semakin siang dan perjalanan kembali ke garut yang cukup lama, maka kami memutuskan pencarian kami saat itu. tapi saat bertemu dengan rombongan lain, kami masih penasaran dan bertanya bagaimana cara ke puncak. ternyata rombongan ini juga tidak tahu. tidak banyak yang tahu akses ke puncak papandayan, pikirku. setelah salah mendefinisikan puncak papandayan 3 tahun lalu, kali ini malah gagal menemukan jalan ke puncak papandayan. padahal kami tahu puncak sudah ada di depan kami, hanya saja jurang membentang dari lokasi kami sampai dengan puncak. kalau kau tahu, tolong beritahu padaku -masih penasaran-.
conclusion: belum berhasil kali ini
kembali ke pondok saladah, saatnya berbenah. menghabiskan bekal logistik dan segera turun mengejar bus ke jakarta. jangan lupa periksa kebersihan camping ground yang kau tinggalkan dan bawa turun sampahmu. gunung bukan tempat sampah. kami memang bukan penggiat lingkungan, tapi kami sedikit mencoba menjaga alam dengan membawa turun sampah kami dan sampah lain yang kami temukan di jalan. 
kalau cuman nyampah jangan naik gunung
ide jun untuk memasang "tulisan" pada punggung trash bag menarik perhatian pendaki yang sempat berpapasan dengan kami -dengan igus lebih tepatnya-. ada beberapa orang yang kulihat berusaha mengimbangi kecepatan langkah kami supaya bisa memotret tulisan ini. tapi malang bagi igus karena rasa intimidasi dari orang yang membacanya sampai harus menutup rapat wajahnya >.<.

PS for the peak:  next time kita harus ke sini lagi, bawa awi, supaya dapat sampai puncaknya. full team ya. -***-
NewerStories OlderStories Home